Ludibund search

Custom Search

Tuesday, January 26, 2010

“Bosan dengan keluarga” – nilai keluarga

Suatu kali seorang teman pulang ke Surabaya kota dimana kami menempuh studi di pertengahan liburan setelah hanya beberapa hari berada di kota asalnya. Lalu saat itu aku bertanya kepadanya, "kenapa kamu balik? Kan liburnya masih panjang? Perwalian juga masi seminggu lebih lagi". Dia lalu menjawab, "gak enak ah, bosan di rumah sendiri." Lalu sahutku, "lho di mana yang lainnya? Masak kamu sendiri di sana?" Jawab dia lagi, "yah… cuman ada papa, mama, dan aku". WOW. Menurutku hebat. Jawaban yang mengandung banyak arti yang mungkin dia sendiri tidak berpikir sampai kesana.

Aku lulus SMP tepat pada ulang tahunku yang ke-14. Saat itu aku masih tinggal bersama keluargaku di satu kota di bagian paling barat Papua nun timur Indonesia sana. Dan kemudian aku dipindahkan oleh orangtuaku ke Surabaya ini untuk melanjutkan sekolah ke salah satu SMA yang tepatnya berada di selatan kota ini, Sidoarjo. Pada awal-awal sekolah, di minggu-minggu pertama, rasa rindu sangat membuatku gelisah dan menderita. Di saat itu aku merasakan betapa setelah berpisah aku baru merasakan apa yang seharusnya kurasakan hangat ketika bersama mereka. Apalagi kangenku kepada adikku yang dulu sangat dekat. –aku ingat ketika dia masih bayi, aku waktu itu kelas 5SD, aku yang selalu menjaga dia, mengopeni dia, singkatnya akulah baby sitter si adek -. Aku merasa ingin kembali ke kota tinggal orangtuaku. Meski dalam hatiku, asik juga berada di sini dengan petualangan yang tidak bisa kualami di sana, meskipun petualangan di sana tidak kalah asik dengan di sini. Gambaranku pada saat itu adalah aku sangat rindu kepada mereka. Sangat rindunya, tidak jarang aku menangis dan tak bisa tidur, hingga lelahku yang menarikku ke buaian malam.

Waktu berlalu, 2 kali libur kenaikan kelas aku kembali ke rumah orang tuaku. Lalu akhirnya aku saat itu sudah menjadi seorang mahasiswa. Kemudian aku membangun ketetapan untuk tidak perlu pulang, mengingat biaya yang dikeluarkan untuk itu. Sampai di satu titik, aku seakan-akan tidak merasakan lagi rindu seperti pada saat awal SMA kurasakan hampir setiap malam. Aku tidak begitu terbelenggu untuk pulang berlibur ke kota yang kutempati sewaktu kecil, kota dimana aku menempuh Pendidikan Sembilan Tahun. Tapi bukan berarti keinginanku kesana pudar. Ada pertimbangan-pertimbangan yang membuat aku betah saja berada di sini. Di kota ini seperti di rumah sendiri meski tak ada rumahku di sini. Tapi tetap saja, aku ingin bertemu dengan mereka. Mereka tidak pernah datang ke sini. Padahal adikku sering ku bujuk-bujuk untuk sekali-sekali berlibur ke sini.

Kembali ke kisah awal tadi, ketika teman merasa bosan dengan keadaan di rumah dikelilingi anggota keluarga. Ada kerinduanku anak-anakku kelak berkata "aku sudah sangat rindu untuk bertemu orang rumah" meskipun jelas mereka relatif baru saja pulang kerumah, dan melanjutkan "untuk pelayanan dan pengabdian ini, aku akan memberikan waktuku sedikit lagi dan bertahan terhadap rasa rindu bertemu keluargaku". Atau bahkan ungkapan lain yang jauh lebih manis daripada sekedar "bosan nanti hanya ada aku dan keluarga di rumah".

Memang bagi sebagian dan hampir semua kita sudah kehilangan nilai keluarga di hidup kita. Banyak hal yang membantu kita membangun pola seperti itu. Dari dari orangtua kita yang tidak memperhatikan kita seperti yang kita inginkan mereka lakukan. Atau mungkin saja saking perhatian mereka, fasilitas yang diberikan malah membuat kita berinteraksi dengan sesuatu, semisal computer, game, hand phone, atau gadget lain, alih-alih berinteraksi dengan mereka.

Tapi kita tetap punya pilihan apakah tetap akan memegang nilai keluarga sebanyak apapun kekurangan yang dimiliki keluarga kita, atau bahkan kelemahan yang dimiliki anggota keluarga kita. Atau memilih pilihan lain untuk tidak terlalu memusingkan tentang nilai keluarga atau bahkan pilihan ekstrim lain yakni sama sekali tidak mau tahu tentang nilai keluarga.

Pilihan tetap ada pada kita. Di depan, ketika kita membangun keluarga, kita bisa berpikir keluarga seperti apa yang akan kita bangun. Tetapi kita harus tahu juga, kalau dalam membangun sebuah keluarga, kita tidak membangunnya seorang diri. Kita pasti membangunnya dengan pasangan kita. Dan yang harus kita pertimbangkan sebaik-baiknya adalah, kita membangun dengan orang yang benar. Dan orang itu yang akan membangun dengan benar, benar-benar membangunnya dengan anda yang benar. Haha, terlalu banyak kata benar dan membuat kita bingung.

Yang kita siapkan dari sekarang adalah hidup kita sendiri. Ketika kita memiliki nilai keluarga dalam diri kita, pada saat kita akan memilih atau mencari atau menentukan pasangan hidup, khusus untuk nilai keluarga, kita tidak akan bingung tentang pertimbangan-pertimbangan apa yang akan kita buat untuk menentukan pasangan yang mana yang akan kita jadikan rekan kerja dan mitra hidup.

Jadi kawan, syukurilah keluargamu sebagaimana adanya mereka dengan kekurangannya. Karena tidak ada yang sempurna. Tetapi tetaplah optimis bahwa ke depan, keluargamu akan menjadi keluarga yang bahagia, setidaknya mereka memilikimu, seorang yang adalah harta mereka yang sangat berharga yang tak tertukarkan dengan apapun di semesta ini.

Syukuri mereka dan persiapkan juga keluargamu kelak dengan mempersiapkan diri kita mulai dari saat ini.

Peace for y'all :)

0 comments: